Selasa, 27 Desember 2016

Riwayat Pengajian Wal’Ashri KH. Ahmad Dahlan

YOGYAKARTA- Berbicara mengenai perjalanan hidup sosok KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah tidak pernah tergerus oleh waktu. Bahkan tidak jarang masih banyak warga Muhammadiyah, maupun masyarakat secara luas belum mengetahui kisah-kisah inspiratif dari KH. Ahmad Dahlan. Salah satunya yaitu cerita mengenai pondok yang didirikan KH. Ahmad Dahlan ketika mengajarkan Surah Wal’Ashri kepada santri-santrinya.

Setelah pulang dari Makkah (sekitar tahun 1904) KH. Ahmad Dahlan mendirikan pondok dan mulai mengajarkan agama dimulai dari mengajarkan Surat Wal ‘Ashri. Seperti disampaikan Syukri AR, Ketua Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) PP Muhammadiyah pondok pengajian Wal ‘Ashri ini sering luput dari pengamatan para peneliti sosiolog, maupun antropolog. Mengapa ? Karena menurut Syukri mereka (murid-murid Wal ‘Ashri) tidak vokal.

“Menurut Kyai Djazuli, salah seorang guru Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta tahun 1926 - 1954, jauh sebelum mendirikan Muhammadiyah, KHA Dahlan mengajarkan Wal ‘Ashri itu cukup lama, yaitu mencapai sekitar 8 bulan, jadi lebih lama dari ketika mengajarkan Al Ma’un yang sampai sekitar 3 bulan,” terang Syukri ketika ditemui redaksi Muhammadiyah.or.id Senin (26/12).

Menurut Syukri, KH. Dahlan mengajarkan Wal ‘Ashri di mana-mana, dan selalu diulang-ulang kepada murid-muridnya. Sampai-sampai di Pekalongan, dulu,  beliau (KH. Dahlan) dikenal dengan sebutan “Kyai Wal ‘Ashri’.

“KH. Dahlan mengulang-ulang surat itu  supaya murid-muridnya mengamalkannya, bukan hanya menghapalkan,” ujar Syukri.

Tujuan dari pengajian Wal ‘Ashri tersebut menurut Syukri yaitu, Pertama, agar murid-muridnya menggunakan waktu sebaik-baiknya (tidak nganggur). Kedua, agar murid-muridnya suka mengisi waktu dengan  melakukan amal saleh (amal kebajikan). Ketiga, agar dengan mengisi waktu untuk belajar itu murid-muridnya menjadi pandai dan berpikiran maju. Karena al ‘ashri  itu sendiri salah satu artinya ‘modern’, ‘selalu baru’ atau ‘up to date’.

Keempat, agar murid-muridnya tidak suka ‘ngrasani’ (menggunjing) dan saling mencela. Kelima, agar murid-muridnya  suka saling mengingatkan, meluruskan dengan cara yang baik, sabar bila melihat dan mengetahui temannya berbuat keliru atau salah.

“Jadi dengan mendalami, mengamalkan dan membudayakan pemanfaatan waktu itu diharapakan murid-muridnya bisa menjadi orang yang selalu efisien menggunakan waktu, tepat waktu (disiplin), selalu melakukan amal saleh secra kreatif, dan selalu kritis dan melakukan tausyiah dengan cara yang santun dan menarik,” terang Syukri.

Riwayat Pengajian Ibu-Ibu Wal ‘Ashri di Kauman

Atas usul Nyai Dahlan,   KH. Dahlan juga mengadakan  pengajian Wal ‘Ashri untuk perempuan guna membina (memajukan) buruh-buruh perempuan (tukang-tukang  ngecap, mbatik, ngetel,  medel,  ngerok, mbironi) dan anak-anak perempuan yang tidak mampu sekolah.

“Mereka yang dulunya nganggur dan suka ngrumpi dikumpulkan dan diberi pelajaran agama.  Pada masa itu pengajian Wal ‘Ashri di Kauman diadakan sesudah bakda ‘Ashar,” terang Syukri.

Ketika KH. Dahlan wafat pengajian tersebut diasuh sendiri oleh Nyai Dahlan di bawah bimbingan ketua-ketua Muhammadiyah seperti,  KH. Ibrahim, KH. Hisyam, KH. Mas Mansur dan dijadikan bagian kegiatan Aisyiyah.

“Semangat mengisi dan memanfaatkan waktu dengan melakukan amal saleh ini oleh KH.Dahlan selalu ditekankan agar  murid-muridnya (warga Muhammadiyah) tidak rugi (tidak kehilangan waktu).  Sehingga karena semangat beramalnya yang kuat,   dulu Muhammadiyah di mana-mana melakukan berbagai amalan, sehingga Muhammadiyah dulu dikenal sebagai ‘gerakan amal saleh’,” tutup Syukri. 

Sumber : muhammadiyah.or.id

0 komentar:

Posting Komentar